Ya, sesuai dengan judul artikel ini, "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Tentu frasa ini sudah tidak asing di telinga rakyat Indonesia, yang merupakan sila ke-5 dari Pancasila. Pancasila, yang menjadi ideologi bangsa Indonesia, yang menjadi landasan pokok atas setiap perbuatan dan keputusan yang diambil oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagai dasar pengambilan keputusan, apakah sila ke-5 ini sudah benar-benar melekat pada diri rakyat Indonesia? Mari kita lihat.
Menurut suaramerdeka.com, seorang remaja berusia 15 tahun kedapatan mencuri sendal jepit butut terancam menerima hukuman 5 tahun penjara. Bisa dibandingkan dengan koruptor-koruptor di Indonesia yang meneruma hukuman rata-rata 2-3 tahun penjara. Seorang remaja yang mencuri sepasang sendal jepit hukumannya lebih berat dibandingkan koruptor yang mencuri uang rakyat senilai milyaran rupiah.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum di Indonesia runcing ke bawah, tumpul ke atas. Sudah banyak kasus-kasus seperti di atas yang mencerminkan ketidakadilan sosial di Indonesia. Saking banyaknya, penulis berpendapat bahwa demokrasi Pancasila yang seharusnya diterapkan di Indonesia sudah digantikan oleh demokrasi oligarki. Yaitu demokrasi dimana pemerintahan yang dikuasai oleh kaum elit politik yang mempunyai kekayaan material. Para pemimpin saat ini berasal dari golongan pengusaha kaya. Para calon pemimpin pun harus membeli politik jika ingin terpilih.
Sekarang ini, bukan lagi kaum miskin yang menjadi sasaran hukum di Indonesia. Selain masyarakat buta hukum dan tertindas, bahkan akademisi, aktivis, dan penegak hukum yang ingin memberantas tikus-tikus rakyat ini juga menjadi sasaran pedang aparat penegak hukum. Dengan situasi yang seperti ini, demokrasi Pancasila di Indonesia telah tergelincir, telah kehilangan jati diri Indonesia yang telah dibangun oleh susah payah oleh para pejuang kemerdekaan. Hukum tidak dijalankan secara konsisten. Undang-undang yang mengatur segala hal bagaikan disingkirkan dalam pelaksanaanya. Undang-undang hanya sebuah sekumpulan kata dan kalimat yang dibungkam dan tak berdaya dalam meja hijau.
Sudah saatnya Indonesia membutuhkan seorang pemipin yang benar-benar menjunjung tinggi nilai demokrasi Pancasila dan menolak segala negosiasi dengan oknum-oknum oligarki, serta memiliki kapabilitas dan tekad yang kuat sehingga tidak termakan nafsu oligarki.
Menurut suaramerdeka.com, seorang remaja berusia 15 tahun kedapatan mencuri sendal jepit butut terancam menerima hukuman 5 tahun penjara. Bisa dibandingkan dengan koruptor-koruptor di Indonesia yang meneruma hukuman rata-rata 2-3 tahun penjara. Seorang remaja yang mencuri sepasang sendal jepit hukumannya lebih berat dibandingkan koruptor yang mencuri uang rakyat senilai milyaran rupiah.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum di Indonesia runcing ke bawah, tumpul ke atas. Sudah banyak kasus-kasus seperti di atas yang mencerminkan ketidakadilan sosial di Indonesia. Saking banyaknya, penulis berpendapat bahwa demokrasi Pancasila yang seharusnya diterapkan di Indonesia sudah digantikan oleh demokrasi oligarki. Yaitu demokrasi dimana pemerintahan yang dikuasai oleh kaum elit politik yang mempunyai kekayaan material. Para pemimpin saat ini berasal dari golongan pengusaha kaya. Para calon pemimpin pun harus membeli politik jika ingin terpilih.
Sekarang ini, bukan lagi kaum miskin yang menjadi sasaran hukum di Indonesia. Selain masyarakat buta hukum dan tertindas, bahkan akademisi, aktivis, dan penegak hukum yang ingin memberantas tikus-tikus rakyat ini juga menjadi sasaran pedang aparat penegak hukum. Dengan situasi yang seperti ini, demokrasi Pancasila di Indonesia telah tergelincir, telah kehilangan jati diri Indonesia yang telah dibangun oleh susah payah oleh para pejuang kemerdekaan. Hukum tidak dijalankan secara konsisten. Undang-undang yang mengatur segala hal bagaikan disingkirkan dalam pelaksanaanya. Undang-undang hanya sebuah sekumpulan kata dan kalimat yang dibungkam dan tak berdaya dalam meja hijau.
Sudah saatnya Indonesia membutuhkan seorang pemipin yang benar-benar menjunjung tinggi nilai demokrasi Pancasila dan menolak segala negosiasi dengan oknum-oknum oligarki, serta memiliki kapabilitas dan tekad yang kuat sehingga tidak termakan nafsu oligarki.
No comments:
Post a Comment